Sabtu, 05 November 2011

TUGAS ETIKA BISNIS

PENGERTIAN ETIKA
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1. nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. ilmu tentang yang baik atau buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.








ETIKA YANG KITA LAKUKAN SEHARI-HARI

Sifat masing masing setiap individu berbeda-beda tidak ada yang sama. Factor dari cara bicara mereka kepada orang lain bias kita nilai juga. Apa orang tersebut sopa atau tidak cara menyampaikannya, dengan bahasa yang baik atau tidak, lemah lembut atau tidak. Faktor selanjutnya yaitu kegiatan yang dilakukan, baik study nya maupun pekerjaannya. Disamping itu kita juga harus mentaati peraturan-peraturan yang ada serta norma-norma yang diterapkan. Jadi bukan penampilannya saja yang dapat kita nilai, sifat serta karakternya pun juga bias di nilai oleh kita. Kalo kita ingin di hormati dan di hargai orang lain, kita pun juga harus bias menghormati dan menghargai orang lain. Lakukanlah semuanya dengan hati yang tulus. Dan jangan sekali-kali bersifat egois, karena dapat merusak citra dari diri sendiri..

Contoh : Menghormati orang yang lebih tua, berbicara sopan santun kepada orang tua dan orang lain, bersikap lemah lembut, dan patuhi norma-norma yang ada di kehidupan kita.


















PENGERTIAN ETIKA BISNIS


Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
Beberapa hal yang mendasari perlunya etika dalam kegiatan bisnis:
- Selain mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan keuntungan, bisnis juga mempertaruhkan nama, harga diri, bahkan nasib manusia yang terlibat di dalamnya.
- Bisnis adalah bagian penting dalam masyarakat.
- Bisnis juga membutuhkan etika yang setidaknya mampu memberikan pedoman bagi pihak-pihak yang melakukannya.

Bisnis adalah kegiatan yang mengutamakan rasa saling percaya. Dengan saling percaya, kegiatan bisnis akan berkembang baik. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika yang menjamin kegiatan. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah:
a. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".

b. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
c. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
d. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
e. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
f. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
g. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
h. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
i. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan"gugur" satu semi satu.
j. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
k. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi tahun 2020 dapat diatasi. Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu: Suap (Bribery), Paksaan (Coercion), Penipuan (Deception), Pencurian (Theft), Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Suap (Bribery),
adalah tindakan berupa menawarkan, memberi, menerima atau meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. 'Pembelian' itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun pembayaran kembali' setelah transaksi terlaksana. Suap kadangkala tidak mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut sebagai suap, tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
2. Paksaan (Coercion),
adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu.
3. Penipuan (Deception),
adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4. Pencurian (Theft),
adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau mengambil property milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa property fisik atau konseptual.
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination),
adalah perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara mereka yang 'disukai' dan tidak.

Pentingnya Etika dalam Dunia Bisnis

Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh?.Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.

Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang. Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran terhadap upah buruh. Hal lni menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar internasional. Contoh lain adalah produk-produk hasil hutan yang mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga. Perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif, baik lingkup makro maupun mikro, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1.Perspektif Makro.
Pertumbuhan suatu negara tergantung pada market system yang berperan lebih efektif dan efisien daripada command system dalam mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa kondisi yang diperlukan market system untuk dapat efektif, yaitu:
(a) Hak memiliki dan mengelola properti swasta;
(b) Kebebasan memilih dalam perdagangan barang dan jasa;
(c) Ketersediaan informasi yang akurat berkaitan dengan barang dan jasa Jika salah satu subsistem dalam market system melakukan perilaku yang tidak etis, maka hal ini akan mempengaruhi keseimbangan sistem dan menghambat pertumbuhan sistem secara makro.

Pengaruh dari perilaku tidak etik pada perspektif bisnis makro :
a. Penyogokan atau suap. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya kebebasan memilih dengan cara mempengaruhi pengambil keputusan.
b. Coercive act. Mengurangi kompetisi yang efektif antara pelaku bisnis dengan ancaman atau memaksa untuk tidak berhubungan dengan pihak lain dalam bisnis.
c. Deceptive information
d. Pecurian dan penggelapan
e. Unfair discrimination.

2. Perspektif Bisnis Mikro.
Dalam Iingkup ini perilaku etik identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam Iingkup mikro terdapat rantai relasi di mana supplier,perusahaan, konsumen, karyawan saling berhubungan kegiatan bisnis yang akan berpengaruh pada Iingkup makro. Tiap mata rantai penting dampaknya untuk selalu menjaga etika, sehingga kepercayaan yang mendasari hubungan bisnis dapat terjaga dengan baik. Standar moral merupakan tolok ukur etika bisnis. Dimensi etik merupakan dasar kajian dalam pengambilan keputusan. Etika bisnis cenderung berfokus pada etika terapan daripada etika normatif. Dua prinsip yang dapat digunakan sebagai acuan dimensi etik dalam pengambilan keputusan, yaitu:

(1) Prinsip konsekuensi (Principle of Consequentialist) adalah konsep etika yang berfokus pada konsekuensi pengambilan keputusan. Artinya keputusan dinilai etik atau tidak berdasarkan konsekuensi (dampak) keputusan tersebut; (2) Prinsip tidak konsekuensi (Principle of Nonconsequentialist) adalah terdiri dari rangkaian peraturan yang digunakan sebagai petunjuk/panduan pengambilan keputusan etik dan berdasarkan alasan bukan akibat, antara lain: (a) Prinsip Hak, yaitu menjamin hak asasi manusia yang berhubungan dengan kewajiban untuk tidak saling melanggar hak orang lain;
(b) Prinsip Keadilan, yaitu keadilan yang biasanya terkait dengan isu hak, kejujuran,dan kesamaan. Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
(1) Keadilan distributive, yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan alokasi benefit dan beban antar anggota kelompok sesuai dengan kontribusi tenaga dan pikirannya terhadap benefit. Benefit terdiri dari pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan, pendidikan dan waktu luang. Beban terdiri dari tugas kerja, pajak dan kewajiban social;
(2) Keadilan retributive, yaitu keadilan yang terkait dengan retribution (ganti rugi) dan hukuman atas kesalahan tindakan. Seseorang bertanggungjawab atas konsekuensi negatif atas tindakan yang dilakukan kecuali tindakan tersebut dilakukan atas paksaan pihak lain; dan
(3) Keadilan kompensatoris, yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi pihak yang dirugikan. Kompensasi yang diterima dapat berupa perlakuan medis, pelayanan dan barang penebus kerugian.
Masalah terjadi apabila kompensasi tidak dapat menebus kerugian, misalnya kehilangan nyawa manusia. Apabila moral merupakan suatu pendorong orang untuk melakukan kebaikan, maka etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok.
Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu- rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan.
Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian










PENGERTIAN ETIKA TELEOLOGI

Etika Teleologi, berasal dari kata Yunani telos yang berarti tujuan, sasaran, akibat dan hasil. Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika tujuannya baik dan membawa akibat yang baik dan berguna.
 Dari sudup pandang “apa tujuannya”, etika teleologi dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Teleologi Hedonisme (hedone= kenikmatan) yaitu tindakan yant bertujuan untukmencari kenikmatan dan kesenangan.
b. Teleologi Eudamonisme (eudamonia=kebahagiaan) yaitu tindakan yang bertujuan mencari kebahagiaan hakiki.

 Dari sudut pandang “untuk siapa tujuannya”, etika teleologi dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Egoisme Etis, yaitu tindakan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinnya sendiri.
b. Utilitarianisme, yaitu tindakan yang berguna dan membawa manfaat bagi semua pihak.

Contoh : kewajiban untuk menepati janji


PENGERTIAN ETIKA DEONTOLOGI

Dalam pemahaman teori Deontologi memang terkesan berbeda dengan Utilitarisme. Jika dalam Utilitarisme menggantungkan moralitas perbuatan pada konsekuensi, maka dalam Deontologi benar-benar melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi perbuatan. ”Deontologi” ( Deontology ) berasal dari kata dalam Bahasa Yunani yaitu : deon yang artinya adalah kewajiban. Dalam suatu perbuatan pasti ada konsekuensinya, dalam hal ini konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnya melainkan karena perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deontologi menekankan perbuatan tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi perbuatan itu juga baik. Di sini kita tidak boleh melakukan suatu perbuatan jahat agar sesuatu yang dihasilkan itu baik, karena dalam Teori Deontologi kewajiban itu tidak bisa ditawar lagi karena ini merupakan suatu keharusan.

Contoh : kita tidak boleh mencuri, berbohong kepada orang lain melalui ucapan dan perbuatan.